Lahir, Bandar Lampung, Sekolah dan nyantri di Pesantren, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Sekarang Aktif Berkaligrafi dan menulis Puisi.

Masyarakat Pasemah dan Gunung Dempo: Warisan Budaya dan Perkebunan Teh

Jumat, 14 Maret 2025 08:27 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Pakaian Adat Basemah
Iklan

Masyarakat Pasemah memiliki sejarah panjang yang tercermin dalam peninggalan megalitik mereka yang menakjubkan.

***

Dataran tinggi Pasemah yang terletak di kawasan Sumatera Selatan merupakan tanah leluhur bagi Masyarakat Pasemah, sebuah kelompok etnis yang telah mendiami wilayah tersebut sejak zaman prasejarah. Kawasan ini didominasi oleh kehadiran Gunung Dempo yang menjulang tinggi, sebuah gunung berapi aktif yang menjadi landmark paling terkenal di provinsi tersebut. Gunung Dempo tidak hanya memiliki nilai geografis dan ekologis yang penting, tetapi juga memainkan peran sentral dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat yang tinggal di sekitarnya.

Masyarakat Pasemah, yang juga dikenal sebagai Besemah, memiliki sejarah panjang yang tercermin dalam peninggalan megalitik mereka yang menakjubkan. Situs-situs megalitik Pasemah yang tersebar di sekitar kaki Gunung Dempo menampilkan patung-patung batu besar dengan pahatan yang sangat detail, menggambarkan manusia, hewan, dan adegan kehidupan sehari-hari (Soejono, 2008). Keberadaan peninggalan megalitik ini menunjukkan bahwa masyarakat Pasemah telah mengembangkan kebudayaan yang maju jauh sebelum masuknya pengaruh luar ke Nusantara. Menurut penelitian arkeologis yang dilakukan oleh Westenenk (1921), kebudayaan megalitik Pasemah diperkirakan berasal dari sekitar 500 SM hingga 500 M.

Kehidupan tradisional masyarakat Pasemah sangat terkait erat dengan alam sekitar, terutama Gunung Dempo. Dalam kosmologi mereka, gunung dianggap sebagai tempat bersemayamnya roh-roh leluhur dan memiliki nilai spiritual yang tinggi. Ritual-ritual adat seperti Sedekah Gunung masih dilaksanakan hingga sekarang sebagai bentuk penghormatan terhadap kekuatan alam dan leluhur (Djohan, 2015). Tradisi lisan berupa cerita rakyat dan pepatah-petitih juga menjadi sarana transmisi nilai-nilai budaya dari generasi ke generasi.

Di era modern, Gunung Dempo lebih dikenal dengan sebutan "Gunung Teh" karena lerengnya yang ditumbuhi oleh perkebunan teh yang luas. Perkebunan teh di Gunung Dempo pertama kali dikembangkan pada masa kolonial Belanda sekitar tahun 1900-an, ketika pemerintah kolonial mencari daerah dengan kondisi ideal untuk budidaya teh (Kartodirdjo & Suryo, 1991). Ketinggian lereng Gunung Dempo yang berkisar antara 1.200 hingga 1.800 meter di atas permukaan laut, dengan suhu rata-rata 18-24°C dan curah hujan yang tinggi, memberikan kondisi optimal untuk menghasilkan teh berkualitas tinggi.

PT Perkebunan Nusantara VII, yang saat ini mengelola sebagian besar perkebunan teh di Gunung Dempo, mencatat bahwa produksi teh dari kawasan ini mencapai rata-rata 6.000 ton per tahun (PTPN VII, 2018). Teh Dempo terkenal dengan karakteristik rasa yang khas, yang dipengaruhi oleh kondisi tanah vulkanik yang kaya akan mineral. Produk ini telah menembus pasar internasional dan menjadi salah satu komoditas ekspor andalan dari Sumatera Selatan.

Keberadaan perkebunan teh tidak hanya memberikan dampak ekonomi bagi penduduk lokal tetapi juga mengubah lanskap budaya mereka. Banyak anggota masyarakat Pasemah yang beralih dari pertanian subsisten tradisional menjadi pekerja di perkebunan teh. Hal ini pada gilirannya mempengaruhi struktur sosial dan praktik budaya mereka. Namun demikian, nilai-nilai inti budaya Pasemah tetap dipertahankan dan dilestarikan melalui berbagai upacara adat dan kesenian tradisional (Irwanto, 2010).

Dalam beberapa dekade terakhir, potensi wisata Gunung Dempo dan perkebunan teh telah mulai dikembangkan. Wisata agro yang menawarkan pengalaman memetik teh langsung di kebun, mengunjungi pabrik pengolahan teh, hingga menikmati pemandangan spektakuler dari ketinggian menarik minat wisatawan domestik maupun mancanegara. Menurut data Dinas Pariwisata Kota Pagar Alam (2020), jumlah kunjungan wisatawan ke kawasan Gunung Dempo mengalami peningkatan signifikan sebesar 30% setiap tahunnya dalam lima tahun terakhir.

Upaya pelestarian budaya Pasemah dan pengembangan potensi ekonomi Gunung Dempo menjadi tantangan sekaligus peluang bagi pemerintah daerah dan masyarakat setempat. Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala telah melakukan inventarisasi dan konservasi terhadap situs-situs megalitik untuk menjaga warisan budaya yang berharga ini (BPPP Jambi, 2018). Sementara itu, program pemberdayaan masyarakat lokal dalam pengembangan ekowisata dan produk turunan teh Dempo terus digalakkan untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi tanpa merusak lingkungan dan nilai-nilai budaya setempat.

Hubungan simbiosis antara masyarakat Pasemah, Gunung Dempo, dan perkebunan teh merepresentasikan sebuah contoh menarik tentang bagaimana tradisi dan modernitas dapat berjalan beriringan. Keberlanjutan ekosistem alam Gunung Dempo dan kelestarian budaya Pasemah menjadi kunci penting dalam menghadapi tantangan global seperti perubahan iklim dan homogenisasi budaya. Studi yang dilakukan oleh Universitas Sriwijaya (2019) menunjukkan bahwa praktik-praktik kearifan lokal masyarakat Pasemah dalam mengelola sumber daya alam memiliki relevansi dengan konsep pembangunan berkelanjutan yang saat ini menjadi agenda global.

 

Bagikan Artikel Ini
img-content
AW. Al-faiz

Penulis Indonesiana

5 Pengikut

img-content

Gigi

Sabtu, 26 April 2025 07:43 WIB
img-content

Surat

Kamis, 24 April 2025 20:12 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler